Selasa, 16 Februari 2016

Dear, Rintangan.

Ntah siapa yg harus aku salahkan.
Apakah sahabatmu yg mengenalkanmu pertama kali dulu padaku ?
Apakah kamu yg telah berhasil membuatku melupakan sakitnya dikhianati kemudian membuatku nyaman ?
Apakah aku yg salah menaruh hati ?
Apakah takdir yg mempertemukan dan menyatukan hati kita ?
Apakah ibuku yg seketika setuju karena omongan dari ibu sahabatmu ?
Apakah keluargaku yg antusias padamu ?
Apakah keponakan2mu yg begitu manja ketika bersamaku ?
Apakah mas dan mba mu yg menerima hangat kehadiranku ?
Apakah Tuhan yg membuat kita sama-sama jatuh hati ?


Aku ga minta apa2 sebelumnya. Aku hanya ingin rasa sakit hatiku yg begitu dalam bisa berangsur sembuh. Tanpa meminta seseorang mengobatinya. Aku ingin pulih dengan sendirinya. Aku hanya butuh waktu. Sendiri.

Aku nyaman menekuni hobiku. Mengalihkan pikiranku sejenak dg kegiatan baru. Melupakan seseorang lebih sulit dari mencintainya. Hampir setahun dan kadang masih terasa begitu berat untuk menghilangkannya total begitu saja. Aku tidak berharap apapun pada Tuhan. Aku tidak pernah meminta untuk lupa. Aku hanya ingin Tuhan memberikanku hati yg lapang untuk ikhlas menerima dan menjalani semuanya. Sendiri.

Seperti orang bilang, obat sakit hati adalah buka hati dan jatuh cinta lagi. Sudah tidak bisa dihitung jari berapa orang yg sudah mencoba. Tetap saja pintu hati ini menolaknya. Aku sudah beberapa kali mempersilahkan masuk, hingga sampai di depan pintu mereka kembali. Di tengah ketidaksiapanku menerima kenyataan bahwa tidak akan ada lagi yg mengucapkanku selamat pagi, ada satu orang sahabat yg tidak pernah aku duga bahkan harapkan sebelumnya. Aku dikenalkan padamu. Berbeda dg sebelumnya. Aku sebelumnya telah bertemu dg beberapa pria yg notabenenya telah siap. Pria-pria pekerja keras yg hatinya telah dipersiapkan untuk kehadiranku. Aku bertemu dg kamu. Seorang yg masih kacau karena luka di masa lalu. Anak org berada yg super manja. Sukanya nyuruh2 dan memerintah. Seorang pria yg masih menyelesaikan studi diplomanya. Dengan penampilan apa adanya. Seorang pria yg pintar ngobrol dg banyak wanita saking terbiasanya. Seorang pria yg jauh dari image baik-baik. Seorang pria yg menepati janjinya membelikanku es krim ketika pertama kali bertemu. Seorang pria yg ingin serius dg ku ketika baru sekali bertemu. Seorang pria yg merasa nyaman ketika baru pertama kali ngobrol dg ku. Seorang yg jatuh cinta dg tidak peduli dg keadaan atau latar belakangku. Seorang yg pertama kali minta izin untuk membawaku keluar rumah. Seorang yg pertama kali membawaku dan mengenalkanku kepada orangtuanya. Seorang yg pertama kali mendekatkanku dan membuatku suka dg anak kecil. Aku jatuh hati kepadanya.

Dari sikapnya pertama kali ngobrol, memperlakukan dan membuatku nyaman. Akhirnya aku mau membuka pintu hati yg sudah lama aku tutup rapat-rapat. Aku mempercayakan dia masuk dan melihat isi dalamnya. Kamu datang dg segala keburukan di masa lalu. Kamu datang sebagai seorang yg tidak mapan dalam segala hal. Kamu datang dg banyak kekurangan dalam dirimu. Mencoba memasuki hatiku yg utuh tapi kosong. Orang bilang kamu seorang perampok. Tapi di mataku, kamu seorang perawat rumah yg handal. Aku tulus menyayangimu. Dari sinilah semuanya bermula. Aku mulai mengeluarkan isi hati di masa laluku. Kamu punya banyak peran disini. Kamu membantuku memberesi semuanya hingga tak tersisa. Kamu pemilik penuh hatiku.

Aku pun bukan seorang wanita yg sempurna. Aku ga suka anak kecil, aku ga jago mengerjakan pekerjaan rumah, aku manja, aku keras kepala, aku egois, aku cengeng, aku ga pandai beradaptasi, aku ga cantik dan aku ga mudah jatuh hati. Kamu berhasil merubah semuanya.
Waktu berlalu. Orangtua yg awalnya setuju berubah. Ujian pun datang bertubi-tubi. Seolah semesta tidak suka melihat kita bersama. Apa ada yg salah dg seorang yg pernah gagal untuk berusaha bangkit menjadi lebih baik ? Tuhan saja Maha Pemaaf.

Kamu memang pernah melakukan kesalahan. Aku juga. Kadang aku juga lelah mendengarkan ocehan di kanan kiri yg mencoba memisahkan kita. Dari awal. Tekanan dari dalam. Keluarga kita masing-masing. Kamu pernah menyerah dan berubah. Mencari seseorang yg lebih baik dariku. Aku juga. Kita pernah menyerah. Mematahkan hati masing-masing. Aku tidak pernah berdo'a kamu akan kembali padaku. Aku lelah. Kamu yg tidak berhenti mencari akhirnya merasakan sepi. Di tengah jalan yg tidak pernah berujung. Aku tidak pernah bergerak. Aku hanya berdiam diri. Kamu berlari menghampiri, menundukkan diri dan memutuskan untuk berhenti berlari. Kamu kembali kepadaku. Aku bingung, apa sebenernya rencana dibalik semua skenario ini. Ga mudah mengenal, beradaptasi kemudian mencocokkan diri. Banyak proses yg dilalui. Mengenali kebiasaan buruknya, beradu pendapat, mencurahkan pikiran, bersenang2, mengetahui kesukaan masing2. Ahh.. terlalu membosankan untukku memulainya kembali. Untuk apa mencari lagi jika yg ada sudah pas di hati ?
Kamu berubah, jauh lebih baik dari sebelumnya. Sabar. Menghadapi perintah dan keinginanku. Ketika aku lebih tenang dari sebelumnya, keluargaku berubah. Kecemasan berubah pada mereka. Menyuruhmu segera meminta. Karena jenuh tiap waktu mendapatkan undangan walimah dan pesta. Ketika aku yakin semuanya butuh proses yg ga mudah dan harus dinikmati pelan-pelan seperti minum kopi. Pahit memang, tapi kita akan terus menenggaknya hingga habis. Setelah habis, kita baru akan sadar mata kita akan selalu terjaga. Niatmu yg tidak ingin melihatku bersusah payah dari awal menjadi alasanmu menunda kedatangan mereka. Seperti sebuah kue cubit warna-warni, aku tiap hari dijajakan kesana kemari. Aku memang membungkusnya dg rapi tapi banyak sekali orang yg menawar dan membeli. Orangtuaku masih bimbang. Ingin menjualnya atau menyimpan hingga kamu datang membawa cukup uang untuk membeliku ? Mereka takut aku menjamur dan kamu enggan membeli. Begitupun pelanggan yg lain.

Dibalik warnaku yg lucu. Aku punya kekurangan. Aku bukan wanita sempurna. Setelah kamu menemaniku check up ke rumah sakit, sesaat setelah dokter kandungan memvonis adanya kista di rahimku, kamu memelukku erat, aku menangis. Kamu menggenggam tanganku kemudian menyeka air mataku. Menenangkanku. Kita serahkan semuanya kepada Tuhan. Kita hanya diberi kesempatan untuk berusaha selebihnya biarkan tanganNya yg bekerja. Dokter menyarankan agar aku tidak sering overthinking. Sejak saat itu kamu berubah. Selalu berusaha menenangkanku. Menjaga sikap. Tidak ingin aku berpikir macam2. Apakah masih ada yg mau bertahan ketika tau keadaanku seperti ini ? Aku menyayangimu.

Sebelumnya aku memang ikhlas melepasmu bersamanya. Tapi hati dan pikiran ini diam2 memberontak. Membuat semuanya berkumpul tiap bulan menjadi penyakit yg akan menggerogotiku pelan2. Kamu penyebabnya dan kamu obatnya. Kamu datang membuat keadaan jauh lebih baik. Dalam situasi seperti ini masih saja ujian datang silih berganti. Orangtuaku sendiri menambah beban pikiranku yg mulai bersih dg desakan2 untuk hubungan ini. Mereka memintamu cepat membawa keluargamu kesini. Mereka termakan omongan sendiri. Mereka yg dulu sangat setuju dgmu, menyuruhku menerimamu, hingga aku mempercayakan semuanya padamu. Kini menyuruhku mempertimbangkan keputusanku. Melihat peluang yg ada dg lebih serius. Kalian kira melupakan seseorang dan mengganti dg mencintai org lain itu mudah ? Kalian memang tidak pernah tau berapa mililiter air mata yg keluar tiap malamnya ketika aku meratapi perpisahan. Kamu hanya melihatku ceria di pagi hari. Kalian tidak pernah menatap mataku. Kalian sendiri yg ga ingin terlalu terburu2 karena bekal kita yg belum tentu. Pikiran negatif kalian tidak akan pernah berujung baik. 

Keyakinanku selalu saja terusik dg kekhawatiran kalian yg sebenernya tidak pernah terjadi. Aku dulu meminta waktu untuk menunggu tapi kalian menyuruhku setuju. Kini ketika aku telah mantap menjalani kalian menyuruhku menata ulang kembali. Apa2an ? Memintaku sekarang ataupun nanti, jika kamu tercipta bukan untukku pasti kita tidak akan pernah bersatu. Sampai kapanpun. Membiarkannya pergi dan tidak peduli, tapi jika kamu memang jawaban dari segala do'aku bagaimanapun jalannya kita pasti disatukan dalam satu titik temu. Kalian terlalu parno. Aku kadang punya pemikiran seperti itu tapi untuk apa ? Kita sudah terlatih, kita bisa jaga diri, kita tau batasnya dan kita siap resikonya. Kini siapa yg lebih peduli padaku ? Pada kesehatanku ?
Aku sudah tidak peduli seperti apa ujungnya nanti. Akan seperti apa hubungan ini pada akhirnya. Ntah jodoh ato bukan. Aku hanya berusaha melakukan yg terbaik untuk menjalani, memperjuangkan dan mempertahankan hubungan ini hingga nanti. Menikmati segala proses melewati segala rintangan yg ada. Aku sudah belajar hidup keras sejak kecil. Menahan rasa sakit dan keinginan yg jarang kesampaian. Lihat saja, aku pasti bisa mewujudkan semuanya dg ambisiku sendiri. Mari kita lewati segala rintangan yg ada dg selalu bergandengan dan berjalan beriringan sayang. Aku menyayangimu.

Untuk: Pria yg rela seharian ga mandi menemaniku mengantri mengurus uang ganti rugi dari pagi hingga senja hari.
Dari: Aku, wanita yg selalu menyebut namamu dalam do'a di tiap akhir sujudku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan melayangkan opini-opini Anda dan berbagi bersama