Jumat, 11 September 2015

Kamu pikir kekayaan bisa memberikanku kebahagiaan yang nyata ?

Udah 2 malem diem-dieman sama mama. Kenapa lagi kalo bukan karena suara "keras" nya yg bikin kuping dan ati sakit. Itu emang mother languange ato emang wataknya yg selfish sih. I don't know. Who knows. Udah hampir 20taun lebih tinggal bersama tapi masih saling belum bisa mengenal apalagi blak-blakan. Cuman kemaren sih sempet (beraniin) curhat-curhatan soal pacar. Itupun karena aku nurutin suggest dari beliau. Mamaku tertarik sama dia yg "keliatannya" bertanggung jawab bgt. Padahal kenyataannya dia hanya menanggung tapi tidak berani menjawab. Aku yg lebih kenal dia. Bagaimana sifatnya, sikapnya, kesukaannya, kebiasaannya, masa lalunya hingga cara tidurnya. Mamaku cuman sekali ketemu dan ngobrol, ditambahi 'kata orang'. Belum pernah ketemupun sudah mendesakku agar menerimanya secara cuma-cuma. Apakah kemurahan hatimu berbanding lurus dg baju-baju di rak obralan, Mah ? Sampai dg semangatnya kau memuji-memujinya di hadapan mereka. Bibir ini sebenarnya ingin sekali membeberkan semua fakta yg ada tetapi apa kata hati mencegah aib semakin tercecer keberadaannya. Belum apa-apa kau menyuruhku mengiyakan semua ajakannya. Termasuk menjadi pendamping hidupnya (katanya). Tidak seperti biasanya ketika kau mendengar sederetan nama-nama pria yg mendekatiku, Mah. Kau begitu antusias membahas tentang dia. Seperti ingin sekali melihatku bersanding dengannya.

Dari awal, sebelum kau memergoki kedekatanku dengannya, aku telah lebih dulu menutup rapat-rapat gerbang menuju pintu hatiku. Aku memang belum mengijinkan seorangpun mengetuknya setelah beberapa waktu lalu telah ditinggal oleh penghuni sebelumnya. Terlihat memang warnanya mulai kusam, beberapa rumah laba-laba menjuntai manja di tiap sudutnya. Kau pun pasti tidak akan pernah tau keadannya kan ? Karena memang tidak seorangpun aku izinkan untuk menengoknya. Kau pun tidak peduli kan ? Lokasinya pun kau takkan pernah tau meskipun telah lama tinggal bersamaku. Aku lebih dulu mengenalnya sebelum mengenalkannya. Aku lebih tau banyak karena aku telah menghabiskan waktu bersamanya. Tapi kau seolah lebih tau banyak. Instingmu yg (katanya) kuat ternyata tidak sepenuhnya memiliki bukti yg terpampang nyata. Makin hari aku mengenalnya dan mengetahui semua tentangnya, kau makin lama menyuruhku untuk terus mendekatinya. Aku dari kecil secara spontan diajari belajar bekerja keras olehmu. Mengumpulkan sisa bahkan sepenuhnya uang saku darimu untuk memenuhi kebutuhanku. Cubitan, pukulan bahkan kata-kata yg keras adalah makanan sehari-hariku. Padahal sudah puluhan tahun kita bersama. Tapi aku paling tidak bisa dibentak. Terasa seperti diberi 1000x pukulan. Hatiku sakit, aku selalu mencoba untuk membantah tapi aku pasti kalah. Kau mungkin melihatku telah tampil berani, tapi tahukah sebenarnya setelah mencoba menyanggah aku selalu berlari mencari tempat untuk air mata yg tumpah. Aku tidak meminta dilahirkan pertama. Tapi takdir kakak memang selalu harus mengalah dan salah tiap kali ada masalah. Aku menghormatimu, sangat. Aku selalu menuruti permintaanmu. Menjadi yg terbaik dan membanggakan adalah motto hidupku. Tidak pernah sekalipun terlintas ingin mengotori nama baikmu, Mah Pah! 

Dari penilaianku, dia adalah sosok pria yg bossy. Berwibawa tapi suka memerintah. Berkharisma tapi hobi tebar pesona. Gagah tapi suka mengumbar sumpah serapah. Dewasa tapi manja. Bagaimana aku bisa menyatukan jiwa bersama dia yg jelas sungguh berbeda ? Aku mengerti, kau pasti jatuh hati ketika mendengar dia adalah putra mahkota dari sebuah keluarga yg berada. Kau pikir dia adalah pangeran berkuda yg bisa merubah nasibku ? Happy ending setelah aku bertemu dengannya ? NOOO.. Aku menghargai pencitraanmu, mah. Kau pasti tidak ingin melihatku tetap bersusah payah, bukan ? Tapi kau selama ini telah salah kaprah. Mempercayainya yg dari awal telah membuatku kecewa. Kurang nurut apa aku padamu ? Aku pikir pilihanmu tidak pernah salah. Aku yakin pilihanmu itu yg terbaik dari segalanya. Dengan hati yg sedikit gamang, aku menjadikannya pemegang kunci, memberikannya akses penuh untuk segala ruangan yg ada. Kau tau apa ? Kekuasaan itu telah disalah gunakan olehnya. Menjadikannya pemegang kunci menjadikannya seenak hati keluar masuk. Ketika dia bosan di dalamnya, dia dg sombongnya keluar rumah, meninggalkan semua yg ada tanpa ada rasa resah. Ketika dia ingin masuk dan lupa membawa kuncinya, dg kuasanya dia mendobrak pintu utama. Merusak fasilitas yg sudah ada tanpa sedikitpun rasa bersalah. Kau yg terlampaui percaya membuatku tidak berdaya dan membuatnya bertingkah sesukanya.

Masih ingatkah dg janjinya yg akan menjadikanku permaisurinya ? Aku yg semula mencegahnya menjadi serba salah. Aku hanya ingin dia sedikit lebih keras berusaha, tidak menjadikan milik orangtua sebagai aset satu-satunya. Aku benar-benar ingin mengubahnya menjadi pribadi yg lebih jumawa. Aku tidak ingin disamakan dengan belasan wanita sebelumnya yg hanya dijadikan tempat untuk singgah. Tapi keinginanmu untuk segera meminta membuatnya jera. Membuat apa yg selama ini aku rencana menjadi isapan jempol belaka. Aku memang memberinya jeda untuk berusaha mendekatkan restu keluarganya. Tapi kekhawatiranmu telah menyentak pola pikirnya. Dia mengira kau tidak bisa bersabar sedikit lama. Hingga akhirnya dia menyerah dan berbalik arah. Apa kau tidak pernah memikirkan perasaanku, ma ? Aku ini memang masih terlihat polos dan kekanak-kanakkan. Aku memang sudah bisa mencukupi segala kebutuhanku sendiri tapi aku juga masih belum bisa jika diberi janji. Kau yg menyuruhku membukakan pintu untuknya dan kini kau sendiri yg mengusirnya. Aku bukan sembarang orang yg bisa dg mudah menerima orang yg sedang ingin berkunjung. Menikah adalah sebuah wacana yg kini masuk dalam wishlistku. Aku sudah merasa sangat tersanjung ketika dia mengucapnya. Niat tulusnya bukan hanya membuatmu kagum tapi juga membuatku sangat berharap. Aku bukan seorang anak kecil yg jika keinginannya tidak dikabulkan bisa dialihkan pada sebuah balon warna-warni. Aku punya "rumah" dimana sebelumnya telah aku persiapkan untuk dirinya yg katamu layak. Orangtua selalu benar. Sudahlah, aku tetap yg salah karena sudah terlalu percaya, pada kau ataupun dia. Kini aku kembali membereskan dan menggembok tiap pintu dalam ruangannya. Kini aku tidak akan begitu cepat mempercayai setiap pilihan instan yg kau suguhkan. Aku akan mengikuti kata hati, bukan lagi kata orang.

Kepalaku yg seringkali pusing bukan karena porsi tidurku yg kurang. Mataku yg lelah bukan karena lamanya menatap layar monitor. Raut wajahku yg tiba-tiba cemberut bukan karena bekas jerawat yg berlubang. Pikiranku masih belum tenang. Aku memang telah melepasnya yg telah lebih memilih orang yg berasal dari kasta yg sama. Cemoohan dari mereka yg kini menjadi cambukku untuk tampil lebih indah. Kalimat penenang bersama hinaan tiap hari berkeliling di otakku. Melingkar berputar seperti rambut yg terhempas angin. Aku belum ikhlas. Meski dia telah menggoreskan luka tapi kemarin dia pernah membuatku tertawa bahagia ketika berdua. Meski dia telah  memberikanku alasan yg mengada-ada tapi setidaknya kemarin dia telah mengumpulkan asa untuk hidup bersama. Kau tidak akan pernah merasakan apa yg aku rasakan. Akupum tidak akan pernah menceritakan. Aku tau kau selalu benar. Ini murni kesalahanku. Aku hanya tetap terus berpura-pura tegar. Aku hanya berharap kau tidak terus memberikanku tekanan agar beban dalam pikiran ini tidak terus bertahan dan membunuhku secara perlahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan melayangkan opini-opini Anda dan berbagi bersama