Minggu, 04 Oktober 2015

Siklus

Namamu menjadi trending topic dalam notifikasi. Semua membahas tentangmu. Tentang betapa bahagianya mereka karena hari itu hari dimana kamu diutus ke dunia untuk menjadi rekan main mereka. Do'a yg dirangkai dalam kata demi kata memenuhi beranda. Aku hanya menyecrollnya keatas dan bawah sembari membacanya perlahan dg mata berkaca-kaca. Do'aku tetap sama seperti kuucapkan terakhir kali setelah kau bilang ingin kita berpisah. Terima kasih untuk semuanya dan semoga semua urusanmu dilancarkanNya.
Tidak ada do'a yg mengancam ataupun kalimat dendam. Hanya sedikit pesan agar kamu bisa memperbaiki jejak rekam. Sekali lagi. Cukup hanya aku yg pernah terlalu percaya tapi kamu kecewakan, berharap tapi kamu sia-siakan, berkorban tapi kamu abaikan. Cukup hanya aku yg menjadi "korban" terakhirmu. Cukup hanya aku! Kini aku harap, wanitamu saat ini bisa menemani dan mengakhiri sakit hati atas sebuah hubunganmu yg gagal. Aku yakin, kamupun sudah mahir mengumbar perhatian. Tak perlu lagi belajar. Sikapmu yg teduh, tatapanmu yg menguatkan, dekapmu yg menenangkan, hingga suaramu yg selalu dirindukan. Buat dia beruntung memiliki sosok kakak dan pemimpin seperti aku kemarin. Yg selalu siap siaga saat dibutuhkan, yg selalu tidak sudi melihat air mata menuruni pipi, yg selalu berhasil mengalah menghadapi resah dan gundah agar kondisi mereda, yg gagah mengayomi setiap kali ada yg berani mendekati, dan yg selalu berusaha meyakini kegamangan hati tentang mau dibawa kemana hubungan yg sedang dijalani.

Tertawalah, sayang. Berbahagialah! Maaf jika sampai detik ini aku masih belom bisa menjadi teman yg baik seperti mantan-mantan sebelumnya. Aku hanya butuh waktu, sendiri, mengobati luka dan memulihkan trauma. Masih ingat bukan siapa yg berhasil mengalihkan traumaku pada "tragedi Desember" ? Kehadiranmu meyakinkan hatiku yg selalu berdebar ketika menginjak bulan keramat itu. Tapi kamu berhasil menarik perhatianku, bahkan seluruh hidupku. Kamu menggenggam erat dan berhasil melumpuhkan keresahan ini. Kita lewatin bulan keramat, kemarin. Kamu berhasil membuktikan bahwa kamu bukan salah satu dewa perusak seperti sebelumnya. Kamu selalu mengingat apapun yg aku katakan. Kamu support aku. Mungkin sedikit membatasi hobiku terlihat agak egois, tapi aku suka. Kamu larang ini itu, asal itu masih dalam tahap wajar dan tahap meyakinkan mereka, aku mau saja. Mungkin kamu jengah dg postingan-postinganku yg seolah menyudutkanmu. Aku hanya berusaha mengungkapkan apa yg aku rasakan. Cemburu, mungkin. Melihatmu begitu ringannya melangkah berganti bersama yg selalu baru. Hanya cemburu karena aku tidak akan pernah bisa semudah itu. Kamu yg membebaskanku dan kini kamu juga yg kembali menyiksaku. Kamu memang telah lepas dari genggamanku, tapi hadirnya dirimu masih menjadi momok yg tidak ingin aku lihat di dalam mimpi di tiap malamku. Lihatlah betapa beratnya aku ketika melewati jalan-jalan yg pernah kita lalui. Jalannya memang masih sama. Gundukan aspal yg tidak rata juga masih belum berubah. Bedanya, kini aku melaluinya sendiri. Ketika aku menyusuri malam melewatinya sendiri, seringkali konsentrasi menyetirku tiba-tiba ngelantur. Bebarengan dg mataku yg mulai kabur. Pikiran ini bukan lagi tentang usahaku menyalip dg gesit truk gandeng bermuatan, tapi melewatinya bersamamu. Gagahnya caramu membawaku melaju, menjagaku tetap pada posisi yg aman dan nyaman. Sama seperti ketika aku dibonceng ayahku. Di separuh jalan, di bawah hujan yg menderas, kamu menoleh ke arahku, memastikan aku tetap pada posisinya. Tanganmu yg mulai membeku berusaha meraih tanganku yg memeluk erat pinggangmu. Seketika hawapun terasa hangat dg ciumanmu ditanganku. Aku memandangi wajahmu yg mulai menggigil. "Aku mencintainya", batinku. Kamu tidak perlu heran darimana aku bisa mengingatnya begitu jelas. Sekarang, aku selalu senang berdampingan dg truk bising yg melaju di jalanan. Dg seperti itu, aku bisa dg leluasa berteriak tentang uneg-uneg yg menggerutu. Mengulang kembali kalimatmu yg pernah menenangkan. Aku butuh sosok sepertimu, dulu. Aku tau aku bukanlah orang yg kamu mau. Aku tau sampai kapanpun kita tidak akan pernah bisa bersatu.

Kamu gaperlu bersimpati kepada hatiku yg kini kembali hancur. Dulu kehadiranmu memang moment yg paling kutunggu. Tapi kini kemunculanmu hanya akan merobek plaster luka hatiku. Kamu tidak perlu mencari tau, aku memang memutuskan untuk menjauh. Pilihan barumu membuatku semakin tangguh. Merasakan sakit demi sakit yg kerap kali memburu. Nikmatilah pertambahan usiamu yg semakin mendekati tujuan hidupmu. Semoga kamu bisa mengimplementasi sesuai ekspektasi.
Sebenernya tidak begitu sulit berada di sampingnya. Hanya perlu menuruti apa yg dimau. Diapun akan menjadi patih setiamu. Kesabaranmu yg besar memang selalu dibutuhkan di tiap waktu. Ketika dia marah, berbaik-baiklah padanya. Dia hanya ingin ditemani, dia memang kurang dikasihi dari usia dini. Dia pernah menemui yg cocok di segala lini, tapi takdir memutus keduanya tanpa basa-basi. Itulah yg kini membuatnya bosan dg hanya yg tulus dari hati. Dia mencari yg bisa mendampingi tiap hari. Yakinlah, sebejat-bejatnya masa lalunya, dia tetap seorang pria yg ingin menjadi pemimpin dan contoh terbaik untuk anak-anaknya kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan melayangkan opini-opini Anda dan berbagi bersama